Sebuah foto struk restoran yang mencantumkan item biaya royalti musik dan lagu senilai Rp29.140 memicu perdebatan luas di media sosial. Warganet terkejut melihat biaya yang terlihat tidak lazim masuk ke dalam tagihan makanan dan minuman. Mereka mengkritik kebijakan yang dianggap membebani konsumen secara tidak adil, apalagi pelanggan tidak pernah memesan atau memilih lagu tersebut.
Konsumen Tolak dan PHRI Curigai Hoaks
Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia menyarankan konsumen menolak pembayaran biaya royalti ini karena kurang transparan dan belum menjadi kewajiban langsung. Sementara itu, Ketua PHRI menyatakan perlu verifikasi dulu—foto struk itu bisa jadi hasil editan dan bukan mencerminkan praktik sebenarnya di restoran.
LMKN Tegaskan Royalti Tetap Wajib
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) tetap menyatakan bahwa pemutaran musik di tempat komersial perlu dibayar royalti. Komisioner LMKN menekankan bahwa pemberian akses terhadap lagu saja tidak cukup; sejumlah hak seperti hak produser, performer, dan rekaman tetap berlaku. Bahkan jika pencipta lagu memberi izin, itu belum menutup hak pihak lain yang terlibat secara hukum.
Pemerintah Respon, Dorong Revisi Regulasi
Menteri Hukum menanggapi kritik ini sebagai momentum mempercepat perbaikan mekanisme royalti. Ia menyatakan kritik publik jadi “booster” yang memotivasi penguatan regulasi. Ia meminta masyarakat memberi waktu kepada komisioner LMKN yang baru dilantik untuk merancang tarif royalti yang lebih adil dan menerapkan sistem transparan.