hargasemen.id – Pada Kamis, 21 Agustus 2025, ribuan mahasiswa bersama masyarakat menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat. Untuk mengawal jalannya aksi, sebanyak 1.145 personel kepolisian dikerahkan. Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro, menegaskan bahwa aparat tidak boleh membawa senjata api. Ia menekankan bahwa polisi harus mengedepankan pendekatan humanis. Menurutnya, kehadiran aparat bukan untuk melawan rakyat, melainkan untuk melayani masyarakat yang menyampaikan aspirasi.
Isu Aksi dan Dinamika di Lapangan
Massa aksi mulai berkumpul sejak pukul 14.00 WIB. Dari atas mobil komando, mahasiswa menyerukan penolakan terhadap kapitalisme, imperialisme, dan militerisme. Mereka juga menuntut pemberantasan oligarki yang dinilai merugikan rakyat. Beberapa mahasiswa mengibarkan bendera organisasi kampus, sementara ada pula bendera bergambar One Piece yang menjadi sorotan karena dianggap simbol perlawanan terhadap ketidakadilan. Kapolres terus mengingatkan peserta aksi agar tidak melakukan tindakan anarkis seperti membakar ban, menutup jalan, atau merusak fasilitas umum.
Rekayasa Lalu Lintas dan Respons Publik
Aparat kepolisian menutup akses Jalan Gatot Subroto menuju Slipi, Jakarta Barat, sehingga kendaraan umum termasuk Transjakarta tidak bisa melintas. Polisi mengimbau masyarakat segera mencari jalur alternatif agar mobilitas tetap lancar. Rekayasa lalu lintas berlangsung situasional mengikuti jumlah massa di lapangan. Setelah beberapa jam berorasi, mahasiswa mulai meninggalkan lokasi sekitar pukul 18.15 WIB. Mereka bergerak tertib menuju Balaikota Jakarta. Lalu lintas kembali normal, sementara petugas PPSU langsung membersihkan sisa sampah dari aksi.
Mahasiswa Serahkan 11 Tuntutan ke Pemerintah
Di tengah aksi, perwakilan mahasiswa bertemu Wakil Menteri Sekretaris Negara, Juri Ardiantoro. Mereka menyampaikan 11 poin tuntutan yang ditujukan kepada pemerintah. Juri menegaskan bahwa dirinya akan meneruskan aspirasi tersebut kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Aksi ini pun mencerminkan bahwa demokrasi di Indonesia masih berjalan dinamis. Rakyat bebas menyampaikan pendapat, tetapi ketertiban dan saling menghormati tetap menjadi kunci agar aspirasi tersampaikan dengan baik tanpa merugikan masyarakat luas.