hargasemen.id – Yogyakarta kembali menghadirkan ide kreatif yang memikat perhatian publik. Di sela perayaan 17 Agustus yang biasanya penuh keriuhan, warga menikmati sebuah acara unik: Lomba Melamun di Benteng Cepuri atau yang akrab dikenal dengan Bokong Semar, kawasan Kotagede yang sarat nilai sejarah.
Lokanusa Kotagede menggagas lomba ini bersama Tamasya Karsa dan Life at Kotagede. Inspirasi mereka datang dari lomba melamun di Jepang beberapa tahun lalu. Alih-alih menekankan kompetisi fisik, mereka memilih menonjolkan sisi tenang, lucu, dan kontemplatif. Konsep ini sekaligus mencerminkan nilai slow living, sebuah pandangan hidup yang terasa kontras dengan semangat cepat khas perayaan kemerdekaan.
Format dan Kategori Lomba
Acara ini terbuka untuk semua orang. Penonton dapat menikmati momen tersebut secara gratis tanpa syarat khusus. Panitia membagi perlombaan dalam dua babak: penyisihan dan final. Tiga kategori kemudian dipertandingkan:
-
Si Paling Ekspresionis: peserta menampilkan ekspresi wajah paling unik saat melamun.
-
Si Paling Bertahan Lama: peserta yang tetap fokus meski banyak distraksi.
-
Si Paling Macak: peserta yang tampil paling modis ketika melamun.
Jajaran juri terdiri dari tokoh mindfulness dan pegiat slow living seperti Padma Sanjaya dan Ali Ma’ruf. Keseruan acara semakin hidup berkat komentar Fery Friday dan Itak yang mengocok perut audiens.
Melamun sebagai Ruang Ketenangan
Banyak orang menilai melamun sebagai aktivitas negatif atau membuang waktu. Namun penyelenggara ingin membalik persepsi itu. Menurut mereka, melamun di era serba cepat justru menciptakan ruang jeda, menghadirkan ketenangan batin, dan mengisi ulang energi. Dengan mengemasnya secara santai dan menghibur, lomba ini mengingatkan publik bahwa kekuatan seringkali hadir dalam keheningan, bukan hanya dalam hiruk pikuk.
Antusiasme Peserta dan Arah ke Depan
Respon masyarakat melampaui perkiraan panitia. Mereka awalnya menarget hanya 20 peserta, tetapi jumlah pendaftar melonjak menjadi sekitar 120 orang dari Yogyakarta dan kota-kota lain. Antusiasme itu menegaskan bahwa banyak orang rindu dengan suasana slow living.
Lokanusa Kotagede menyatakan tekad untuk terus menjaga semangat sederhana dan penuh kesadaran ini. Mereka bahkan mempertimbangkan membawa lomba melamun ke berbagai tempat lain agar semakin banyak masyarakat merasakan momen jeda yang berharga.
Acara ini menegaskan bahwa perayaan kemerdekaan tidak selalu harus identik dengan kompetisi fisik atau kegembiraan massal. Yogyakarta menunjukkan bahwa merayakan kemerdekaan juga bisa berarti merayakan ketenangan, jeda, dan ruang hening yang justru semakin langka di era modern.