hargasemen.id – Satria Arta Kumbara, mantan prajurit Marinir TNI AL, kini berada di medan perang Ukraina setelah memilih bergabung dengan tentara bayaran Rusia. Ia masuk dalam operasi militer khusus yang digelar Moskow. Situasi ekstrem menghampirinya ketika pasukan Ukraina mengepung unitnya dan meluncurkan serangan mematikan secara terus-menerus. Kondisi itu membuat Satria menghadapi ancaman serius terhadap nyawanya.
Serangan Mortir dan Drone Kamikaze
Menurut pengakuan Ruslan Buton, mantan anggota TNI AD yang masih berkomunikasi dengannya, Satria sempat mengirim pesan singkat sebelum dievakuasi. Ia menuturkan bahwa mortir dan drone kamikaze menghantam posisinya secara bersamaan. Serpihan menghujani tubuhnya dan menghantam kepalanya dengan keras. Luka parah langsung membuatnya nyaris tak sadarkan diri. Meski demikian, rekan-rekannya berhasil mengevakuasi dia dari lokasi serangan, walau kondisinya sangat kritis. Dengan demikian, kisah ini memperlihatkan betapa sengit dan berbahayanya medan perang Ukraina.
Permintaan Doa dan Harapan Pulang
Dalam pesannya yang penuh emosi, Satria meminta doa dari masyarakat Indonesia. Ia berharap bisa selamat dan kembali bertemu keluarganya di tanah air. Ia bahkan menaruh harapan agar pemerintah Indonesia membuka jalan kepulangannya. Seruan itu mencerminkan kerinduan mendalamnya terhadap kampung halaman meskipun ia sadar dirinya menghadapi masalah hukum yang serius. Oleh karena itu, permintaan tersebut menimbulkan pertanyaan publik terkait kemungkinan pemerintah menanggapi aspirasi seorang eks prajurit yang memilih jalur tentara asing.
Status Hukum dan Kewarganegaraan
Keputusannya bergabung dengan pasukan Rusia membawa konsekuensi berat. Berdasarkan penjelasan Menteri Hukum dan HAM, Satria otomatis kehilangan status WNI. Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat pencabutan resmi, sebab UU Kewarganegaraan sudah menegaskan bahwa bergabung dengan militer asing menghapus kewarganegaraan seseorang. Selain itu, TNI menegaskan bahwa mereka tidak lagi bertanggung jawab terhadap Satria. Sebelumnya, pengadilan militer menjatuhkan vonis desersi kepadanya dan memecatnya dengan tidak hormat. Dengan demikian, hubungannya dengan institusi militer Indonesia benar-benar berakhir.
Masa Depan yang Tak Pasti
Kini, Satria berada di titik paling genting dalam hidupnya. Ia terluka parah akibat serangan mortir dan drone kamikaze, sementara status hukumnya membuatnya terlepas dari perlindungan negara. Nasibnya semakin rumit karena ia hanya bergantung pada kelompok militer asing yang ia ikuti. Di satu sisi, ia berharap pulang ke Indonesia, tetapi di sisi lain, hukum menutup jalannya untuk kembali sebagai WNI. Kondisi itu memperlihatkan betapa keputusan menjadi tentara bayaran meninggalkan konsekuensi yang berat, baik secara fisik maupun hukum.