hargasemen.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memutuskan untuk melakukan koordinasi dengan Bareskrim Polri. Hal ini berkaitan dengan perkembangan penanganan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto. Penyelidikan ini menjadi semakin penting karena Setya Novanto kini telah bebas bersyarat dan kembali menjadi warga masyarakat. KPK memastikan bahwa proses penanganan kasus tidak terbengkalai meski status hukum telah berubah.
Sebagai tindak lanjut, KPK melalui Kedeputian Penindakan dan Eksekusi (Dakusi) akan bekerja sama dengan Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korsup). Tujuannya adalah agar informasi terbaru mengenai perkembangan perkara bisa diperoleh dengan cepat dan terstruktur, sehingga penanganan kasus tetap berjalan efektif.
Alasannya: Hindari Tumpang Tindih Penanganan Perkara
Koordinasi ini penting demi menghindari overlap atau kekosongan informasi antar institusi penegak hukum. KPK menekankan bahwa meskipun kasus utama dilanjutkan oleh Bareskrim, keterlibatan KPK tetap diperlukan agar tidak terjadi kebuntuan dalam investigasi.
Selain itu, mereka ingin memastikan bahwa proses hukum tetap transparan dan akuntabel. Dengan adanya sistem koordinasi yang baik, semestinya proses pengumpulan bukti dan pelacakan aset tetap berjalan meski terpidana sudah bebas bersyarat.
Latar Belakang: Bebas Bersyarat Setya Novanto
Setya Novanto resmi mendapatkan bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin mulai 16 Agustus 2025. Keputusan tersebut dikeluarkan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) setelah dinilai memenuhi syarat administratif maupun substantif. Akibatnya, status hukum Novanto berubah dari narapidana menjadi klien pemasyarakatan dengan kewajiban lapor berkala hingga April 2029.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran di kalangan publik bahwa kasus TPPU masih akan terus berlanjut. Oleh karena itu, koordinasi KPK dan Bareskrim menjadi penting agar proses hukum ini tidak terhambat.
Respons Publik: MAKI dan Ancaman Kepercayaan Terhadap KPK
Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menanggapi bebas bersyarat Novanto dengan kritik tajam. Mereka menyatakan bahwa Ketua KPK tidak boleh mengabaikan potensi pelanggaran pidana TPPU. MAKI bahkan berencana mengajukan surat resmi kepada Kementerian Hukum dan HAM sebagai bentuk protes terhadap mekanisme pembebasan bersyarat.
Menurut mereka, syarat berkelakuan baik tidak terpenuhi oleh Novanto karena terlibat kasus TPPU yang belum selesai. Selain itu, selama masa tahanan, Novanto dinilai melakukan pelanggaran administratif seperti bebas bergerak tanpa pengawasan ketat. Kondisi ini dinilai melemahkan kepercayaan publik terhadap konsistensi penegakan hukum antikorupsi.
Refleksi: Pentingnya Sinergi Penegakan Hukum
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya adanya sinergi antar lembaga penegak hukum. Koordinasi antar lembaga seperti KPK dan Bareskrim menjadi kunci agar proses hukum berjalan efektif dan tidak terganggu oleh batasan institusional.
Selain itu, transparansi dan keterbukaan komunikasi hanya bisa tercapai jika setiap langkah penegakan hukum dilaksanakan secara tegas dan terintegrasi. Dengan demikian, penanganan kasus-kasus korupsi besar seperti e-KTP dan dugaan TPPU tidak hanya berbicara soal proses hukum, tetapi juga soal membangun kembali kepercayaan publik terhadap lembaga antikorupsi.