hargasemen.id – Pada Selasa malam, 19 Agustus 2025, Zulkifli Natsir, jurnalis Trans7, menghadapi intimidasi saat meliput aksi protes warga yang menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Bone, Sulawesi Selatan. Ia sudah memperkenalkan diri sebagai wartawan dan menunjukkan identitas persnya, tetapi sekelompok oknum aparat TNI tetap memperlakukannya dengan keras. Mereka memaksa Zulkifli menghapus rekaman liputan, kemudian melakukan tindak kekerasan yang membuatnya kehilangan alat kerja. Situasi itu menunjukkan betapa rentannya jurnalis saat bertugas di tengah kerumunan yang panas.
IJTI Mengecam Keras Tindakan Intimidasi
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) langsung bereaksi terhadap insiden ini. Mereka menilai tindakan aparat tersebut sebagai bentuk pelanggaran berat terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Aturan itu secara jelas melindungi kebebasan pers sekaligus melarang siapa pun menghalangi kerja jurnalistik. Oleh karena itu, IJTI menuntut TNI mengusut kasus ini secara terbuka, transparan, dan akuntabel. Menurut mereka, langkah tegas sangat penting agar kejadian serupa tidak terulang dan masyarakat tetap memperoleh hak informasi tanpa hambatan.
Kebebasan Pers Harus Dihormati
IJTI mengingatkan bahwa TNI sejatinya berfungsi sebagai garda pertahanan negara, bukan alat penekan kebebasan sipil. Maka dari itu, setiap tindakan yang bersentuhan dengan pers harus tunduk pada nilai demokrasi dan supremasi hukum. Organisasi ini juga mendorong insan media tetap memegang teguh kode etik jurnalistik meski bekerja di bawah tekanan. Independensi, keberimbangan, serta profesionalisme wajib menjadi pedoman utama ketika meliput isu sensitif, terutama di zona konflik.
Kekerasan terhadap Jurnalis Merugikan Publik
IJTI menegaskan bahwa kekerasan terhadap jurnalis tidak hanya melukai individu, tetapi juga mengancam hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. Kebebasan pers merupakan salah satu pilar demokrasi. Jika kebebasan itu terganggu, maka akses publik terhadap informasi ikut runtuh. Oleh karena itu, IJTI meminta semua pihak memberi perlindungan nyata kepada jurnalis di lapangan. Ke depan, mereka menginginkan sistem perlindungan yang bersifat menyeluruh, bukan hanya langkah darurat ketika krisis terjadi.