hargasemen.id – Dinas Kesehatan Sumatera Selatan memberikan klarifikasi terkait polemik yang melibatkan keluarga pasien di RSUD Sekayu, Musi Banyuasin. Kepala Dinkes Sumsel, Trisnawarman, menegaskan bahwa keluarga pasien yang sempat memaksa dokter membuka masker tidak memiliki hubungan apa pun dengan Bupati Muba, Toha Tohet. Ia menilai klaim tersebut muncul sepihak dari pihak pasien dan tidak memiliki dasar. Setelah pertemuan resmi dengan pihak terkait pada 14 Agustus 2025, kebenaran fakta menjadi terang: keluarga pasien itu bukan kerabat, bukan bagian dari tim, dan tidak memiliki keterkaitan politik dengan bupati.
Bupati Muba Desak Penegakan Hukum
Bupati Toha Tohet langsung menegaskan sikap tegas. Ia menolak menyelesaikan persoalan ini hanya dengan damai antar-individu. Menurutnya, negara harus menunjukkan keberpihakan pada tenaga kesehatan. Karena itu, ia meminta proses hukum tetap berjalan di Polres Muba. Bupati menegaskan bahwa pihak keluarga boleh berdamai dengan dokter secara personal, tetapi kasus ini tetap harus masuk ranah hukum demi melindungi profesi medis.
Bupati juga menekankan bahwa ia berdiri di belakang dr. Syahpri, dokter yang menjadi korban insiden. Ia ingin memberikan rasa aman bagi semua tenaga medis yang melayani masyarakat, terutama di wilayah yang jauh dari pusat kota.
Dukungan Forkopimda dan Kemenkes
Forkopimda Musi Banyuasin juga menunjukkan komitmen serupa. Mereka menyatakan dukungan penuh terhadap dr. Syahpri dan seluruh tenaga kesehatan di RSUD Sekayu. Menurut Forkopimda, peristiwa itu harus menjadi peringatan keras bahwa tenaga medis tidak boleh menghadapi ancaman fisik ataupun psikologis dari pasien dan keluarganya.
Kementerian Kesehatan turun langsung dengan mengirim tim investigasi. Mereka memastikan kasus ini tidak berhenti sebagai wacana, melainkan menjadi pijakan untuk mencegah kekerasan terhadap tenaga kesehatan di masa depan. Kemenkes juga menegaskan bahwa pelayanan medis harus berlangsung profesional tanpa tekanan politik maupun sosial. Mereka menyoroti wilayah-wilayah terpencil seperti Musi Banyuasin yang membutuhkan perlindungan ekstra karena tenaga medis di sana kerap bekerja dengan risiko lebih tinggi.
Evaluasi dan Langkah Pencegahan
Kasus RSUD Sekayu membuka mata banyak pihak. Masyarakat kini bisa melihat bahwa klaim sosial dan politik mudah digunakan untuk menekan tenaga medis. Jika tidak ada klarifikasi, hal itu bisa merusak integritas pelayanan kesehatan. Karena itu, Dinkes Sumsel menekankan pentingnya penegakan hukum yang transparan.
Ke depan, Dinkes Sumsel dan Kemenkes berencana meningkatkan pelatihan manajemen konflik bagi tenaga kesehatan. Mereka juga akan memperkuat protokol perlindungan agar dokter, perawat, dan seluruh staf medis tetap bekerja dengan tenang. Publik perlu memahami bahwa ancaman atau intimidasi tidak pernah menjadi jalan keluar dari masalah medis. Sebaliknya, dukungan dan penghargaan terhadap tenaga kesehatan justru akan meningkatkan kualitas layanan.
Dengan langkah tegas dari pemerintah, masyarakat Musi Banyuasin bisa berharap peristiwa serupa tidak terulang. Insiden ini bukan hanya soal konflik di rumah sakit, tetapi juga momentum untuk memperbaiki sistem perlindungan tenaga medis secara menyeluruh di Indonesia.