Selasa Siang (12/8/2025), suasana di kantor Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Aceh memanas saat sekitar 15 pria datang dan mengamuk. Mereka mempertanyakan proyek kepada Arief, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Arief sempat mengangkat tangan seolah meminta dialog berjalan tertib, tetapi massa tak merespons dan terus memaksa secara agresif.
Massa menyampaikan tuntutan dengan nada tinggi dan provokatif, bahkan menantang Kapolda Aceh secara terbuka. Mereka menyatakan tidak gentar menghadapi siapapun dan menuntut keputusan tegas segera keluar. Seorang pria mengenakan baju putih mencoba meredam suasana, tetapi ia justru disuruh duduk agar tidak mengganggu aksi.
Pernyataan Kepala Dinas Perkim Aceh
Menanggapi insiden itu, Kepala Dinas Perkim Aceh, T. Aznal Zahri, membenarkan ada kelompok yang memaksa meminta proyek pembangunan rumah dhuafa secara premanistik. Mereka mengaku berasal dari mantan kombatan di Ulim, Aceh Timur. Aznal menegaskan bahwa semua pengajuan proyek harus mengikuti prosedur resmi yang berlaku.
Setelah berdialog cukup tegang, kelompok tersebut akhirnya meninggalkan kantor, walau Aznal belum memberi kepastian apakah pihaknya akan melaporkan kejadian ke aparat penegak hukum.
Kecaman dan Penilaian dari Pengamat Lokal
Panglima Sagoe Komite Peralihan Aceh (KPA), Zulkifli, mengecam tindakan kelompok tersebut. Ia menekankan bahwa tindakan kekerasan seperti itu merusak marwah perdamaian pasca-konflik. Ia berharap kejadian ini diusut tuntas dan bukan diasosiasikan dengan GAM atau mantan kombatan lainnya. Zulkifli juga mendesak pemerintah untuk menuntaskan janji kesejahteraan bagi anak yatim, janda korban konflik, dan kombatan sejati, agar tidak menimbulkan rasa frustasi baru di masyarakat.
Prediksi Protes & Perlunya Pendekatan Lebih Responsif
Kejadian ini menjadi pengingat penting bahwa ketegangan bisa muncul jika warga merasa jalur formal tidak cukup mengakomodasi kebutuhan mereka. Aparat dan pemerintah perlu memetakan potensi konflik dan menjelaskan mekanisme pengajuan secara terbuka. Masyarakat pun diharapkan menyuarakan aspirasi melalui jalur yang tertib.
Insiden ini menegaskan perlunya dialog terbuka dan penyelesaian secara elegan agar stabilitas pemerintahan terjaga, dan hubungan antara pejabat dengan warga tetap hormat, bukan melalui intimidasi atau kekerasan.