hargasemen.id – Presiden Rusia Vladimir Putin memberi sinyal kesediaan untuk bertemu langsung dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy. Menteri Luar Negeri Rusia menyampaikan pernyataan itu setelah KTT di Alaska bersama Presiden Amerika Serikat. Pertemuan tersebut memunculkan ruang baru bagi diplomasi, meskipun jalan menuju negosiasi nyata masih panjang. Rusia menegaskan bahwa banyak isu harus dibahas lebih dulu melalui kajian para menteri dan ahli sebelum pertemuan tingkat kepala negara benar-benar terjadi. Dengan kata lain, proses itu tidak bisa instan dan membutuhkan dasar yang kuat.
Legitimasi Zelenskiy Jadi Persoalan Utama
Rusia menyoroti masa jabatan Zelenskiy yang resmi berakhir pada Mei 2024. Karena perang berkepanjangan, Ukraina tidak bisa menggelar pemilu baru, sehingga Zelenskiy tetap memimpin di tengah krisis. Rusia menganggap kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang legitimasi hukum kepresidenannya. Mereka khawatir perjanjian apa pun yang ditandatangani Zelenskiy akan diragukan di kemudian hari. Namun, pemerintah Ukraina menegaskan bahwa Zelenskiy tetap sah sebagai kepala negara selama pemilu tidak memungkinkan dilakukan. Perbedaan pandangan ini akhirnya menjadi batu sandungan yang sulit diatasi.
Diplomasi Sarat Ketidakpercayaan
Rusia secara konsisten menggugat posisi Zelenskiy, sehingga peluang kesepakatan damai terus terhambat. Menurut pengamat internasional, syarat legitimasi bisa saja menjadi strategi Rusia untuk memperlambat proses negosiasi. Di sisi lain, Amerika Serikat dan sejumlah pemimpin Eropa tetap mendorong pertemuan langsung Putin dan Zelenskiy. Mereka menilai dialog tatap muka penting untuk membuka jalan perdamaian yang nyata. Namun, sikap Rusia yang menambahkan berbagai tuntutan memperlihatkan adanya diplomasi berlapis yang penuh kalkulasi.
Tantangan Perundingan di Panggung Global
Meskipun kedua pihak menunjukkan sinyal keterbukaan, kenyataannya perundingan formal antara Putin dan Zelenskiy masih jauh dari kata pasti. Beberapa wacana trilateral bersama Presiden AS bahkan ikut mencuat, tetapi masih sebatas spekulasi. Selain itu, keraguan besar mengenai keabsahan jabatan Zelenskiy membuat prospek perundingan semakin kabur. Negara-negara Eropa juga cenderung skeptis, mereka meragukan kesungguhan Rusia untuk benar-benar mencari perdamaian. Sebaliknya, sebagian pengamat menilai Rusia lebih memilih mempertahankan tekanan sambil mengulur waktu dengan syarat-syarat sulit.